Like if u like,,,,

25 Des 2010

Rahasia Pembuatan Angka 0-9


Penemu angka 0 - 9 sungguh sangat brilyan, betapa tidak ternyata dibalik angka-angka yang sudah sangat familiar diseluruh dunia ini terdapat makna matematis yang mungkin tidak pernah kita ketahui selama ini.

"Salah satu rahasia yang bisa diungkapkan adalah jumlah sudut dari angka tersebut yang menunjukkan simbol dari angka itu sendiri".

Perhatikan gambar-gambar dibawah ini, sudut yang terdapat diangka 1 berjumlah 1, begitu juga sudut yang terdapat diangka 9 berjumlah 9 sudut. Bagaimana dengan angka Nol, kita pasti mengetahuinya bahwa Nol tidak mempunyai sudut sama sekali.







http://anggasatria13.blogspot.com/2010/12/rahasia-pembuatan-angka-0-9.html

Competition


 


 

Competition is a symptom of the action taken by two or more individuals in an effort to fight something to achieve a particular goal or objective.


In the competitive situation of each principal will try to seize objectives to be achieved, whereas the target to be achieved by each party or individual has limited the appeal to individuals who want it. For example, in terms of seeking employment, entered PTN on a space available is very limited while the number who want to get into a lot of the competition will become stronger and tighter.




Competition will also occur in families, environmental education, working environment, world industry, social life politics, business and public life. Civil life and advances in technology will provide many challenges and demands of all humans, it causes more competitive situation in various walks of life.



End of competition is the party that berghasil (win) and there are losers (fail) this competition will ultimately provide a particular psikolagis impact in the form of satisfaction for those who succeed and a sense of disappointment for the losers. This situation will provide further impact for both parties. For those who succeed will be followed kepuasasnya increased motivation for increasing and maintain it, the downside of less healthy victory will cause a sense of arrogant, selfish, underestimate others, challenging yourself, etc.. While the positive impact for those who fail to recognize themselves in shape and restructure the cause because kegagalanya and trying to find a way out to cover kegagalanya. While the negative impact can be a condition of conflict and frustration that affect the occurrence of symptoms of psychological disorders



In anyone's life can not avoid competition and therefore all parties should be ready to face a situation of competition with all the risks and impacts. There are several factors that are required to create a healthy competition.


1. Quality of faith and found out


2. Understanding the concept of self


3. Adequate Excellence


4. Mental and physical readiness


5. Ability in solving problems


6. Social contacts are good and healthy


7. Extensive knowledge.


 


The ability to face the competitive situation is much influenced by both the formal education or who are in the family to be able to prepare individuals who have a superior quality of personality that is able to face healthy competition.

24 Des 2010

Aplikasi pengalaman mempelajari bahasa Indonesia dalam jenjang pendidikan

Saya telah mempelajari bahasa Indonesia sejak saya duduk dibangku Taman Kanak-kanak sampai saat ini saya di bangku perguruan tinggi. Banyak hal yang telah saya dapatkan dari pembelajaran tentang pemakaian bahasa Indonesia dari bangku Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sampai saat ini saya semester tiga di perguruan tinggi.

  1. Masa Taman Kanak-kanak

    Dimasa TK saya mulai mengenal lambing huruf, bunyi huruf, hingga penyusunannya menjadi sebuah kata. Ketika pertama dikenalkan dengan huruf, saya dan teman-teman mulai dengan mencontoh tiap huruf. Kami belajar dari huruf A sampai Z, dari huruf capital sampai dengan huruf kecil. Selain itu kami juga diajarkan menulis dengan huruf tegak bersambung. Ketika sudah lancer menulis semua huruf, saya dan teman-teman diajarkan untuk membunyikan tiap huruf dengan bunyi bahasa yang diajarkan oleh guru TK kami. Saya dan teman-teman mulai melafalkan tiap huruf dari A sampai Z. setelah lancer melafalkannya, saya dan teman-teman mulai diajari perbedaan huruf vocal dan huruf biasa. Huruf vocal terdiri dari a, I, u, e,dan o.

    Setelah kami hafal tiap huruf yang ada, kami mulai diajarkan ketahap selanjutnya yakni merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata yang memiliki arti. Untuk pertama kalinya saya dan teman-teman merangkai nama kami masing-masing dengan huruf-huruf yang baru kami pelajari. Sejak saat itulah saya mulai mengenal bahasa dan bunyi bahasa.


     

  2. Masa Sekolah Dasar

    Dimasa ini saat saya berada dikelas satu membaca saya belum terlalu lancer dan banyak kata-kata yang belum saya pahami artinya, karena itu guru bahasa Indonesia saya mengajar dengan metode menyimak, jadi saya dan teman-teman harus mendengarkan setiap perkataan yang diucapkan oleh guru kami. Ketika guru mulai mengajar dengan membacakan cerita saya dan teman-teman saya menyimak tiap alur cerita yang diceritakan oleh guru kami. Dan ketika sudah selesai membacakan cerita, guru kami akan bertanya pada saya dan teman-teman tentang isi cerita, tokoh yang ada dalam cerita, dan semua yang berhubungan dengan cerita yang baru saja kami dengarkan.

    Saat saya duduk dibangku kelas dua, saya mulai bias membaca dengan lancar. Jadi guru terkadang menyuruh saya dan teman-teman untuk membaca materi di dalam buku secara bergantian. Selain itu saya dan teman-teman mula I diajarkan tentang macam-macam karya sastra dalam bahasa Indonesia salah satunya puisi. Saat itu saya dan teman-teman membaca puisi sama seperti ketika kami membaca cerita biasa, dan ketika kami selesai membaca, guru kami baru member tahu tentang perbedaan membaca puisi dan membaca karya sastra lainnya.

    Seterusnya hingga saya beranjak ke kelas enam saya mulai diajari untuk membuat tugas membuat naskah pidato dan berpidato di depan kelas tanpa membaca teks. Awalnya saya dan teman-teman malu untuk maju tapi karena terus disemangati oleh guru kami pun mulai maju satu persatu. Banyak teman-teman saya yang lupa dengan isi pidato yang telah mereka buat sebelumnya sehingga butuh waktu lama untuk mereka berpidato di depan kelas, tapi beruntung saya bias menyampaikan isi pidato yang telah saya buat dengan baik meski kata-kata yang saya gunakan masih belum baku.


     

  3. Masa Sekolah menengah pertama

    Saat saya berada dibangku sekolah menengah pertama saya pun mendapatkan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Banyak hal baru yang saya dapatkan ketika belajar dibangku SMP ini, misalnya membuat cerpen dan dimuat di madding sekolah, membuat karyawisata berupa laporan dan penulisannya harus sesuai dengan yang telah diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, tiap ada kesalahan itu akan mengurangi nilai untuk laporan saya.

    Bahasa Indonesia yang diajarkan pun lebih mendalam dan terperinci, contohnya: majas-majas dalam puisi, majas hiperbola, majas litotes dan lain-lain. Saya dan teman-teman diberi tugas untuk mencari sebanyak mungkun majas-majas dalam beberapa puisi yang dinuat oleh guru, setelah itu saya dan teman-teman diberi tugas untuk membuat puisi dengan menggunakan majas-majas yang telah ditentukan oleh guru saya.

    Dengan beragam kesulitan akhirnya setelah selesai membuat tugas puisi tersebut saya dan teman-teman semakin mengeri tentang majas-majas yang ada dalam puisi.


     

  4. Masa Sekolah Menengah Atas

    Saat belajar Bahasa Indonesia di SMA saya banyak melakukan praktek bersama teman-teman. Contohnya kami mengadakan pentas drama dalam kelas. Dari hanya mengetahui tentang teori tentang drama, saya dan teman-teman jadi bisa mengerti rasanya menjadi pemain drama, mengerti tentang penokohan, mengerti tentang alur cerita, narasi dan sebagainya dalam drama.

    Banyak juga lomba-lomba yang diselenggarakan di SMA saya, salah satunya lomba madding antar kelas, dalam lomba tersebut kelas saya berhasil mendapat juara ke II dari 18peserta.

    Sejak saya duduk dibangku SMA saya mulai mengajar anak-anak sekolah Minggu di gereja saya. Sekolah minggu adalah sekolah yang diadakan oleh gereja yang diperuntukkan bagi anak-anak dari warga gereja. Rata-rata usia mereka adalah usia anak SD, jadi saya menggunakan metode yang dulu dipakai guru SD saya, yakni metode menyimak dan tanya jawab.

    Karena anak-anak tersebut ada yang sudah bias membaca,terkadang saya pun mengajak mereka untuk membaca bersama. Anak-anak tersebut akan merasa senang karena mereka bisa menunjukan kemahiran membaca mereka pada teman-teman sebayanya.

    Sampai akhirnya saya memutuskan untuk masuk jurusan Pendidikan Guru SD di salah satu universitas negeri di Jogjakarta.


     

  5. Masa Perguruan Tinggi

    Pada semester satu saya belum mendapatkan matakuliah yang berhubungan dengan Bahasa dan Sastra Indonesia, tapi ketika menginjak semester dua saya menadapatkan mata kuliah Bahasa dan Sastra Bahasa Indonesia dengan dosen pembimbing Bapak HB Sumardi MPd.

    Dalam mata kuliah ini saya semakin memahami tentang bunyi bahasa, bunyi vocal, keanekaragaman bunyi bahasa, dan lain sebagainya.

    Kemudian pada semester 3 saya juga mendapat mata kuliah Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan dosen pembimbing ibu Murtiningsih MPd. Banyak yang telah diajarkan oleh bu Murti pada saya dan teman-teman contohnya membuat cerpen, puisi, drama, prosa, apresiasi karya sastra dan peningkatan kemampuan berbahasa produktif dan segala macam jenis sastra yang ada sehungga pengetahuan saya semakin bertambah dalam bidang Bahasa dan Sastra Indonesia.

    Dengan belajar berbagai macam jenis sastra saya semakin percaya diri untuk mengajar baik di sekolah Minggu maupun besok saat saya akan menjadi seorang guru SD.


     

Catatan dari gandis aprilina…

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD


 

  • Tahap perkembangan berfikir Piaget dan empat macam tujuan pembelajaran PAKEM:
    • Menurut Piaget, proses berfikir manusia mengamai 4 tahap, antara lain:
      • Periode Sensori Motor (0 – 2 tahun)

        Karakteristik dari periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan timbul karena anak melihat dan meraba obyek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek yang tetap.

      • Periode Pra Operasional (2 – 7 tahun)

        Operasi yang dimaksud di sini adalah suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada peride ini anak di dalam berfikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini sering disebut periode pemberian simbol, misalnya suatu benda diberi nama. Pada tahap ini anak mampu menggunakan simbol-simbol, namun masih sulit melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan secara taat asas.

      • Periode Operasional Konkret (7 – 12 tahun)

        Periode ini disebut operasi konkret sebab berfikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari obyek-obyek. Operasi konkret hanya menunjukkan kenyataan adanya hubungan dengan pengalaman empirik-konkret yang lampau dan masih mendapat kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengalaman yang khusus. Dalam tahap ini, karakteristik berfikir anak adalah sebagai berikut:

        • Kombinasivitas atau kklasifikasi adalah suatu operasi dua kelas atau lebih yang dikombinasikan ke dalam suatu kelas yang lebih besar.
        • Reversibilitas adalah operasi kebalikan, contoh 5 + ? = 9 sama dengan 9 – 5 = ?. Reversibilitas merupakan karakteristik utama untuk berfikir operasional di dalam teori Piaget.
        • Asosiavitas adalah suatu operasi terhadap beberapa kelas yang dikombinasikan menurut sebarang urutan.
        • Identitas adalah suatu operasi yang menunjukkan adanya usur nol yang bila dikombinasikan dengan unsur atau kelas hasilnya tidak berubah.
        • Korespondensi satu-satu antara obyek-obyek dari dua kelas.
        • Kesadaran adanya prinsip-prinsip konservasi. Konservasi berkenaan dengan kesadaran bahwa satu aspek dari benda, tetap sama sementara itu aspek lainnya berubah. Anak pada periode ini dilandasi oleh observasi dari pengalaman dengan obyek nyata, tetapi sudah mulai menggeneralisasi obyek-obyek tadi.
      • Periode Operasional Formal (> 12 tahun)

        Periode operasional formal ini disebut juga periode hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara berfikir. Anak dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik.


         

    • Empat macam tujuan pembelajaran PAKEM:
      • Aktif

        Dengan memberikan kesempatan peserta didik aktif, akan mendorong kreativitas peserta didik dalam belajar maupun memecahkan masalah.

      • Kreatif

        Kegiatan yang kreatif akan memuaskan rasa keingintahuan dan imajinasi peserta didik.

      • Efektif

        Dalam hal ini adalah ketercapaian suatu tujuan (kompetensi) yang diharapkan.

      • Menyenangkan

        Dengan suasana belajar yang menyenangkan maka peserta didik akan terus terkondisi untuk berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap belajar.


         

  • Uraian 3 model penyajian berdasar Teori Bruner:
    • Model Tahap Enaktif

      Dalam tahap ini yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) obyek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata. Pada penyajian ini, anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Anak akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

    • Model Tahap Ikonik

      Dalam tahap ini, kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek yang dimanipulasinya. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambat, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret. Bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berfikir. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada penginderaan ke penyajian simbolik yang didasarkan pada berfikir abstrak.

    • Model Tahap Simbolis

      Dalam tahap ini, bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang obyek tertentu. Anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa menggunakan obyek riil. Pada tahap ini, pembelajaran dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol arbiter yang disepakati oleh orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol verbal (misalnya, huruf, kata, kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.


 

  • Contoh penyajian model pembelajaran T.B. Bruner dalam mengajarkan konsep perkalian dengan menggunakan 4 ekor ayam:
    • Tahap Enaktif

      Anak kita bawa ke kandang ayam. Dengan mengamati dan mengotak-atik dari 4 ekor ayam, jika perhatikan adalah:

      • Banyaknya kepala ada 4
      • Banyaknya ekor ada 4
      • Banyaknya sayap ada 8
      • Banyaknya kaki ada 8
    • Tahap Ikonik

      Anak diberikan 4 gambar ayam sebagai berikut:

Gambar

Ayam  

Gambar

Ayam 

Gambar

Ayam 

Gambar

Ayam 


 

  • Banyaknya kepala ada 4
  • Banyaknya ekor ada 4
  • Banyaknya sayap ada 8
  • Banyaknya kaki ada 8
  • Tahap Simbolis

    Dapat ditulis kalimat perkalian yang sesuai untuk 4 ayam tersebut bila ditinjau berdasarkan:

    • Kepalanya, maka banyaknya kepala    =     4 x 1
    • Ekornya, maka banyaknya ekor     =    4 x 1
    • Sayapnya, maka banyaknya sayap     =     4 x 2
    • Kakinya, maka banyaknya kaki     =     4 x 2

    Dari fakta dan kalimat perkalian yang sesuai tersebut disimpulkan bahwa: 4 x 1 = 4 dan 4 x 2 = 8.

    Untuk lebih jelas, simbolis dipandang adalah kakinya, maka untuk:

    • Banyaknya kaki pada 1 ayam = 2
    • Banyaknya kaki pada 2 ayam = 4 (karena kaki ayam 1 + kaki ayam 2)
    • Banyaknya kaki pada 3 ayam = 6 (karena kaki ayam 1 + kaki ayam 2 + kaki ayam 3)
    • Banyaknya kaki pada 4 ayam = 8 (karena kaki ayam 1 + kaki ayam 2 + kaki ayam 3 + kaki ayam 4)

    Dengan konstruksi berfikir semacam ini maka banyaknya kaki untuk:

    • 1 ayam    = 1 x 2    = 2
    • 2 ayam    = 2 x 2 = 2 + 2 = 4
    • 3 ayam    = 3 x 2    = 2 + 2 + 2 = 6
    • 4 ayam    = 4 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2 = 8

    Tanpa menunjukkan gambar ayam, anak dapat melanjutkan perkalian tersebut, anak dapat menyelesaikan:

    5 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 10

    6 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 12

    7 x 2 = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 14

    Dengan cara yang sama dapat dilanjutkan dengan perkalian fakta dasar lain.


 

  • Lima manfaat belajar penemuan menurut Bruner:
    • Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah dimengerti.
    • Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemesahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima.
    • Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
    • Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi siswa.
    • Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.


     

  • Tahap Pemahaman Geometri menurut Van Hiele:
    • Tahap 0 (Visualisasi)
      • Dikenal dengan tahap dasar/rekognisi/holistik/visual.
      • Pada tahap ini siswa mengenal bentuk geometri hanya sekedar karakteristik visual dan penampakannya. Siswa secara eksplisit tidak terfokus pada sifat-sifat obyek yang diamati, tetapi memandang obyek sebagai keseluruhan. Oleh karena itu, pada tahap ini siswa tidak dapat memahami dan memerlukan sifat geometri dan karakteristik bangun yang ditunjukkan.
    • Tahap 1 (Analisis)
      • Tahap ini juga dikenal sebagai tahap deskriptif.
      • Pada tahap ini sudah tampak adanya analisis terhadap konsep dan sifat-sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar, dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan hubungan antar sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara beberapa bangun geometri dan definisi tidak dipahami oleh siswa.
    • Tahap 2 (Deduksi Informal)
      • Tahap ini dikenal juga dengan tahap abstrak, relasional, dan tahap keterkaitan.
      • Pada tahap ini siswa sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa bangun geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak, menentukan sifat-sifat dari berbagai bangun dengan menggunakan deduksi formal dan mengklasifikasikan bangun. Meski demikian, siswa belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun geometri.
    • Tahap 3 (Deduksi)
      • Dikenal dengan deduksi formal.
      • Siswa dapat menyusun teorema dalam sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti-bukti dan cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversing dapat dibuat dan siswa menyadari perlunya bukti melalui penalaran deduktif.
    • Tahap 4 (Matematika)
      • Disebut juga dengan tahap aksiomatik.
      • Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi saling keterkaitan antara buhk yang tidak didefinisikan aksioma definisi teorema dan pembuktian formal dapat dipahami.


       

    Tiga unsur utama dalam pengajaran geometri menurut Van Hiele:

  1. Waktu pelaksanaan pembelajaran.
  2. Materi yang diberikan.
  3. Metode yang tepat yang digunakan untuk menyajikan materi.


 

  • Uraian langkah-langkah pembelajaran Matematika Realistik:
    • Melakukan identifikasi mata pelajaran

      Identifikasi mata pelajaran meliputi : nama mata pelajaran, jenjang sekolah, dan kelas/semester.

    • Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar

      Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi (SI), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

      • Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu dan atau tingkat kesulitan materi.
      • Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran.
      • Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan mata pelajaran lain.
    • Merumuskan tujuan pembelajaran

      Tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi dasar.

    • Merumuskan indikator pencapaian kompetensi

      Indikator merupakan tolok ukur pencapaian kompetensi dasar yang ditandai dengan perubahan perilaku yang dapat diukur dengan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan atau dapat diobservasi. Indikator dijadikan dasar untuk menyusun alat penilaian.

    • Menyusun uraian materi pembelajaran

      Uraian materi diuraikan berdasarkan materi pokok, dan materi pokok diuraikan berdasarrkan kompetensi dasar. Materi memuat fakta, konsep, prinsip dan operasi di dalam matematika.

    • Mengembangkan kegiatan pembelajaran

      Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan strategi/pendekatan/metode pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.

    • Menentukan sumber belajar

      Sumber belajar adalah rujukan, obyek dan atau bahan yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

    • Menentukan jenis penilaian

      Penilaian dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dalam bentuk tes dan non tes, tertulis maupun lisan, pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

    • Menentukan alokasi waktu

      Penentuan alokasi waktu didasarkan alokasi waktu yang disediakan untuk pembelajaran satu kompetensi dan tahap-tahap pembelajaran umum (kegiatan awal, inti, penutup). Penentuan waktu pada setiap tahap kegiatan didasarkan pada keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan kepentingan tahap-tahap pembelajaran tersebut.


 

UJI ASUMSI

    Beberapa penggunaan tehnik statistik mengisyaratkan adanya persyaratan uji, atau tehnik statistik tersebut dapat digunakan dengan asumsi bahwa sampel diambil secara acak, data berdistribusi normal, hubungan antara variabel independent dan dependennya linier atau varians antara kedua kelompok atau lebih yang dibandingkan adalah homogen. Biasanya untuk penelitian yang membicarakan tentang hubungan maka dalam menggunakan tehnik statistik dipersyaratakan Uji normalitas dan uji linieritas, sedangkan penelitian yang membandingkan antara dua sampel atau lebih dalam menggunakan tehnik statistik dipersyaratkan uji normalitas dan homogenitas.

Oleh karena itu pada Uji asumsi ini akan dibicarakan; uji normalitas, uji homogenitas dan uji linieritas.

  1. Uji Normalitas

    Rumus yang digunakan adalah rumus 14.1

    χ 2 = å

    Dimana fo = frekuensi dari hasil observasi; fh=frekuensi yang diharapkan

    Contoh : Data tentang tinggi badan mahasiswa pendidikan fisika Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa telah disusun dalam tabel 14.1 dibawah, ujilah normalitas data tentang tinggi badan tersebut :

    Tabel 14.1 : Daftar distribusi frekuensi Tinggi Badan mahasiswa

    Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Nomor

Tinggi Badan Mahasiswa

F (frekuensi)

1

2

3

4

5

6

7

140-144

145-149

150-154

155-159

160-164

165-169

170-174

4

13

17

26

20

16

9

 

Jumlah

105

Selanjutnya dihitung rata-rata dan simpangan bakunya, untuk menghitung rata-rata dan samping baku disusun tabel penolong sebagai berikut :


 

Tabel 14.2 :Tabel Penolong Untuk menghitung

Rata-rata dan Simpan Baku

Tinggi Badan (cm)


 

F


 

Xi


 

Ci


 

Fci


 

FiCi2

140-144

145-149

150-154

155-159

160-164

165-169

170-174

4

13

17

26

20

16

9

142

147

152

157

162

167

172

-3

-2

-1

0

1

2

3

-12

-26

-17

0

20

32

27

36

52

17

0

20

64

81

Jumlah

105

  

24

270


 

Selanjutnya rata-rata, dan simpangan baku dapat dicari :

    = XO + P

    = 157 + 5.

S    =

S    =

Kemudian menentukan batas-batas kelas interval. Kelas interval kesatu dibatasi oleh 139,5 dan 144,5 kelas interval kedua oleh 144,5 dan 149,5 kelas interval ketiga oleh 149,5 dan 154,5 dan seterusnya, atau dalam angka standar Z dibatasi oleh – 2,34 dan 1,71 untuk kelas interval pertama, kedua oleh -1,71 dan -1,08. luas daerah dibawah. Kurva normal untuk kelas pertama adalah 0,4904-0,4564 = 0,0340, sehingga frekuensi teoritik atau frekuensi yang diharapkan adalah 100 x 0,0340 = 3,4. Jika semua perhitungan telah dilakukan, maka dapat disusun kedalam Tabel 14.3.


 


 


 

Tabel 14.3

Tabel Frekuensi yang diharapkan dan Frekuensi Pengamatan

Batas tiap Kelas

Z

Luas Z

Luas tiap kelas Intv

Fh

fo

 

139,5

144,5

149,5

154,5

159,5

164,5

169,5

174,5

-2,34

-1,71

-1,08

-0,46

0,17

0,80

1,42

2,05

0,4904

0,4564

0,3599

0,1772

0,0675

0,2881

0,4222

0,4798

0,0340

0,0965

0,1827

0,2447

0,2206

0,1341

0,056

3,57

10,13

19,18

25,69

23,16

14,08

5,88

4

13

17

26

20

16

9

0,052

0,81

0,25

0,004

0,431

0,26

1,66

Jumlah

    

105

3,47


 

Didapat χ2 hitung = 3,47

Dari daftar distribusi frekuensi didapat bahwa banyaknya kelas 7, sehingga dk = k-3 dimana k banyaknya kelas sehingga dk = 7-3 = 4, dengan taraf kesalahan 5% maka χ2 0,95 (4) = 9,49, ternyata bahwa χ 2 hitung < χ 2 Tabel, berati bahwa data sampel tersebut berdistribusi normal.


 

  1. Uji homogenitas

    Ketika menguji perbedaan antara dua sampel atau lebih diasumsikan kedua kelompok atau lebih tersebut memiliki varians yang sama atau homogen, maka dalam hal ini perlu dilakukan uji homogenitas varians.

    1. Untuk dua sampel

Misal kita mempunyai dua populasi normal dengan simpangan baku s1 dan s2 akan diuji dengan uji dua pihak ;

H : s12 = s22

A : s12
¹
s22

Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik dengan rumus 14.2

    F = rumus 14.2

Criteria pengujian hipotesis adalah H diterima jika F hitung lebih besar dari F tabel untuk taraf keslahan alpha, di mana F b (dk) lihat tabel.

Contoh : dua kelompok siswa diajar dengan metode eksperimen dan ceramah tes Prestasi belajar fisik yang dilakukan setelah perlakuan diperoleh sebagai berikut :

Kelompok eksperimen     ; 8 9 7 9 6 8 6 8 6 9

Kelompok ceramah         ; 6 7 9 6 5 6 4 6 5 8

Dari data tersebut dapat dicari varians masing-masing kelompok, hasilnya adalah untuk kelompok eksperimen (kelompok I ) S = 1,1785, S2 = 1,389 dan kelompok II.

Ceramah S = 1,476 ; S2 = 2,178

    F =

    Selanjutnya bandingkan dengan F tabel dengan dk pembilang 9 dan dk penyebut 9 serta alpha 5% = 3,18. Ternyata F hitung lebih kecil dari F tabel, berarti H diterima atau varians kedua kelompok tidak berbeda atau homogen.

  1. k lebih dari dua sampel

    Uji homogenita untuk kelompok lebih dari dua digunakan uji Bartlett dengan rumus 14.3 : χ 2 = (1n 10) {B-å(ni-1) log Si2}

    Dengan 1n 10 = 2,3026 logaritma alsi daripada bilangan 10

    B = (logS2) ∑(ni-1)

    S2 = (å(ni-1)Si2 / å(ni-1)

    Contoh : Misalnya penelitian yang membandingkan Prestasi belajar dari empat kelompok yang diajar dengan metode I, II, III dan IV dan dari hasil perhitungan telah didapatkan varians S12 = 29,3 ; S22 = 21,5 ; S32 = 35,7 dan S42 = 20,7

    Dimana n1 = 5, n2 = 5, n3 = 4 dan n4 = 4

    Varians gabungan dari 4 sampel :

    S2 =

    Sehingga log S2 = log 26,6 = 1,4249

    Dan B = (1,4249) (14) = 19,9486

Tabel 14.4

Diperlukan tabel penolong untuk Uji Bartlet

Sampel

Dk

l/dk

Si2

Log si2

dk(log Si2)

1

2

3

4

4

4

3

3

0,25

0,25

0,33

0,33

29,3

21,5

35,7

20,7

1,4669

1,3324

1,5527

1,3160

5,8676

5,3296

4,658

3,9480

 

14

1,16

  

19,8033


 

χ 2 = (1n 10) {B-å(ni-1) log Si2}

χ 2 = (2,3026) (19,9486)-19,8033) = 0,063

Jika a = 0,05 dari daftar distribusi chi kuadrat dengan dk = 3 (bnykny kelompok dikurangi 1)didapat χ 2095(3) = 7,81, Ternyata bahwa χ 2 = 0,063 < 7,81, sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan varians antara kelompok I, II, III dan IV dapat diterima. Maka dapat dikatakan bahwa varians dari keempat kelompok tersebut homogen.


 

  1. Uji Linieritas

    Untuk menguji linteritas hubungan digunakan rumus uji F, yaitu :

    F =

    RJKTC = JKTC : k-2 = Jumlah kuadrat-kuadrat untuk tuna cocok

    RJKE = JKE : N-k = Jumlah kuadrat-kuadrat kekeliruan,

    N = jumlah anggota sampel, k = banyaknya kelompok

    JKE = å{

    JKTC = Jkres – JKE

    JKres =

    Contoh untuk menguji linieritas : hasil pengamatan mengenai banyaknya pengujung dan yang berbelanja di sebuah TOKO Gardena.

Tabel 14.5

Banyaknya pengunjung dan yang berbelanja

Pengunjung Xi

Berbelanja Yi

Pengunjung Xi

Berbelanja Yi

34

38

34

40

30

40

40

34

35

39

33

32

42

40

42

32

36

31

38

29

35

33

30

32

36

31

31

36

37

35

42

41

32

34

36

37

36

37

39

40

33

34

36

37

36

38

37

30

30

30

33

32

34

35

36

32

32

34

32

34


 

Daftar tabel kita ubah sebagai berikut

Tabel 14.6 Daftar pengunjung dan berbelanja

Xi

Yi

Xi

Yi

Xi

Yi

30

32

32

33

33

34

34

34

34

34

29

31

30

31

32

32

31

30

30

32

35

36

36

36

36

37

37

37

38

39

32

30

32

34

34

53

34

32

36

36

39

40

40

40

40

40

41

42

42

42

35

38

35

33

37

36

37

36

35

38


 

Selanjutnya dihitung :

JKE = {292-292/1} + {312 + 302 – (31 + 30)2 / 2} + {312 + 322 – (31 + 32)2/2}

+ {322 + 312 + 302 + 302 + 322 – (32 + 31 + 30 + 30 + 32)2/5 + 322 – 322/1} +

+ {302 + 322 + 342 (30 + 32 + 34)2/3} + {332 + 342 + 322 – (33 + 34 + 32)2/3 } + {36 + 34)2/1} + {362 + 352 – (36 + 35)2/2} + (382 + 352 + 332 + 372 + 362 – (38 + 35 + 33 + 37 + 36)2/5} + {372 – 372/1} + {362 + 352 + 382 – (36 + 35 + 38)2/3} = 37,67

åYi2 = 33.599

å(Yi)2 / N = (1001)2/30 = 33.400,03

b. å(x) (y) = (0,68) (223,1556) = 151,75

sehingga Jkres = 33.599-33.400, 03-151,75 = 47,22

JKTc = Jkres – JKE = 47,22-37,67 = 9,55

Nilai-nilai X semuanya ada 12 kelompok yang berbeda, maka k = 12, sehingga dk untuk tuna cocok = 12-2 = 10, dk untuk kekeliruan = N-k= 30-12 = 18.


 

Tabel 14.7 : Ringkasan ANAVA untuk uji linieritas regresi

Sumber variasi

Dk

Jk

RJK

F

F table 5%

Regersi (a)

Regresi (ab)

Tunai cocok

Kekeliruan

1

1

10

18

33.400,03

151,75

9,55

37,67

33.400,03

151,75

0,96

2,09

89,78


 

0,45


 


 

2,43

Total

30

33.599

   


 

Dengan a = 0,05 dan dengan dk pembilang 10 dan dk penyebut 18, dari tabel F – 2,43, untuk uji linierias, didapat F = 0,45 ini berarti lebih kecil dari F tabel. Jadi hipotesis bahwa model regresi linier diterima.